REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Selain keberadaan pengusaha keturunan Yahudi dalam sepak bola, Zionisme melahirkan simbol-simbol dalam diri pemain sepakbola. Sebagai contoh penggunaan simbol yahudi oleh Walter Samuel. Pemain kelahiran 23 Maret 1978 ini punggawa lini Belakang Argentina. Samuel adalah seorang Yahudi Tulen keturunan Argentina. Pada era tahun 2000-an, Walter Samuel adalah pemain yang mencintai angka 6 pada skuad abiceleste.

Sekilas nomor ini memang tidak menyiratkan keganjilan, namun sepak bola adalah olahraga yang menyertakan nomor punggung pada tiga tempat: celana, dada, dan punggung. "Menariknya jika antara itu disatukan, akan membentuk huruf 666. Bukankah pada Piala Dunia kali ini, Samuel tidak memakai nomor punggung 6, tepat karena mulai detik ini Samuel memiliki angka kegemaran Yahudi lainnya, yakni 13," ungkapnya.

Di Inggris, dalam buku biografi pertamanya, My World, David Beckham bicara tentang betapa darah Yahudi kakeknya itu mempengaruhi kehidupan pribadinya. Mantan Kapten Timnas Inggris ini pernah mengatakan kepada media Israel JC.Com,(10/12/09), ”Saya mungkin mempunyai hubungan yang lebih banyak dengan Yudaisme, daripada dengan agama-agama lain.”

Selanjutnya, mantan pemain AC Milan ini juga mengatakan, bahwa dirinya suka mengenakan topi tradisional Yahudi semasa kanak-kanak, dan juga menghadiri pernikahan-pernikahan orang Yahudi bersama kakeknya. Sementara itu, sang istri Victoria Beckham yang bukan keturunan Yahudi bahkan telah membuat tato Hebrew di tubuhnya. Tato itu bertuliskan Ani L’V'Dodi Dodi Li, HaRoeh BaShoshanim.

Ketika disinggung peran pengusaha Muslim asal Timur-tengah yang gemar berbisnis dalam membentengi invasi Zionis dalam industri sepak bola, Pizaro menyatakan peran itu tidaklah ada alias nihil. Ia pun menyayangkan apa yang dilakukan pengusaha yahudi membantu gerakan Zionisme tidak diimbangi dengan baik oleh pengusaha Muslim.

Ironisnya, kata dia, pengusaha Muslim asal Timur Tengah yang seharusnya membantu saudaranya di Gaza, Afganistan, Pakistan atau Kashmir cenderung memilih berinvenstasi dalam bisnis. "Berbeda dengan pengusaha Yahudi yang membantu kepentingan Zionis, pengusaha atau pangeran dari Arab yang dekat Gaza, Pakistan ataupun Khasmir, mereka tidak ada komitmen membantu tapi lebih senang menanamkan sahamnya di bisnis. Padahal tidak ada alasan untuk tidak membantu," katanya.

Begitu kuatnya sihir sepak bola hingga menarik gerakan zionis di belakangnya bukan berarti menjadikan olahraga tersebut menjadi tiang peradaban masyarakat modern. Brasil sebagai pencetak pemain berbakat seperti kaka, Ronaldinho, Ronaldo, dan banyak nama lain tidak menjamin kesejahteraan masyarakat di sana. Di Brasil, sepak bola memang menjamin kehidupan yang lebih baik. Pertanyaan yang muncul adalah apakah sekian ratus juta rakyat Brasil bisa menjadi pemain terbaik dunia dalam kurun waktu yang sama? Apakah seorang Lionel Messi bisa membawa kemakmuran suatu negara?

Ihwal hal itu, Pizaro menilai sepak bola tidak bisa membangkitkan peradaban. Menurutnya peradaban dibangun lewat ilmu. Sepak bola adalah permainan, dan jika diperlakukan sebaliknya, umat akan lebih memilih sepak bola ketimbang ilmu. Padahal, kata dia, sepak bola acap kali diboncengi hal-hal yang sudah melenceng dari batas-batas logika. Sebagai contoh, seorang fantik sepak bola rela mempertaruhkan nyawanya dengan kecintaan terhadap sepak bola.

Tak hanya itu, kata dia, sepak bola juga telah diboncengi keberadaan pelacur dan perjudian. Karena itu, ia menilai pernyataan sepak bola sebagai tiang peradaban dan kemajuan suatu negara terlalu berlebihan.

Sementara itu, Pengamat Gerakan Zionisme sekaligus pemimpin redaksi Media Ummat, Fahri Wajdi, menilai kebangkitan sepak bola tergantung kebangkitan sebuah negara. Menurut dia, negara yang memiliki kualitas sepak bola terbaik merupakan negara yang maju dalam berbagai bidang.  Ketika disinggung dengan keberadaan selebriti sepak bola beragama Islam di Eropa, Fahri melihatnya sebagai sebuah kemajuan yang hanya dialami satu negara, tempat asal pemain.

Menurut dia, dalam konteks personal, mereka mewakili negara bukan umat Islam keseluruhan. "Kita harus membedakan personal Muslim. Perancis dan Jerman memang terdapat pemain beragama Islam. Mereka Muslim tapi tidak mewakili Islam. Keberadaan mereka bukan berarti menandakan kebangkitan Islam. karena dalam konteks persona, mereka hanya mewakili pribadi Muslim bukan Islam keseluruhan," tutur dia. (habis) -REPUBLIKA-

Your comment will be posted after it is approved.


Leave a Reply.