Tanda tanya saya seputar tekstil, sedikit terjawab dengan bertemu seorang sesepuh yang datang ke sekretariat API. Beliau datang ke API untuk mengembalikan surat kesediaan menjadi dewan masyarakat tekstil di lingkungan API. Sambil silaturahmi ke API, dan ternyata ia salah satu pendiri API. Selain itu juga beliau menjadi tenaga pengajar di UPN selama hampir 36 tahun lamanya, mengajar ilmu tekstil. Wow!! 36 tahun mengabdi untuk pendidikan dan menjadi salah satu pendiri API. Langsung aja saya bawa buku dan siap pulpen ditangan untuk mencatat sesuatu yang mungkin berarti dan yang pasti sesuatu yang dapat menjawab pertanyaan saya mengenai (sejarah) perkembangan industri pertekstilan Indonesia. Nama seorang yang sudah sepuh tersebut ialah Takrir Akip, beliau kelahiran 1928.

Pertanyaan pertama yang keluar dari saya ialah, bagaimana cara Bapak mengasah pengetahuan tekstil selama mengajar di UPN padahal buku mengenai pertekstilan di Indonesia sangat jarang?? FIY. sekarang di UPN sudah tidak ada jurusan tekstil lagi. Dengan tenangnya beliau menjawab sambil mematik korek api dan mengambil sebatang rokok, kata beliau "mengajar tanpa praktek kurang baik jadi saya terjun ke lapangan" selidik punya selidik ternyata beliau lulusan Belanda, kuliah dari tahun 1952-1957. Beliau dikirim ke Belanda oleh pemerintah Indonesia, delegasi dari Indonesia sendiri ada 4 orang dan yang selesai kuliahnya hanya dia sendiri. 3 yang lain pindah ke Jerman bukan di Belanda lagi. Sekolah di Belanda tsb mencatak ahli perindustrian yang nantinya akan menjadi kepala pabrik atau lain sebagainya.

Sikap patriotisme beliau sangat tinggi, sangat cinta Indonesia. Mungkin karena hampir selama 6 tahun beliau tidak sekolah dan menjadi seorang petani muda, murni petani ketika jaman penjajahan dulu. Selesai kuliah beliau pulang ke Indonesia. Menurut dosen dan rekannya di Belanda, klo orang jawa (indonesia) itu pemalas, sukanya jongkok (nongkrong) sambil mrokok. Tidak terima dengan pernyataan tersebut beliau pulang ke Indonesia untuk membuktikan kepada mereka bahwa Indonesia lebih baik dari mereka dan mereka salah berpendapat seperti itu.

Cerita detailnya saya kurang paham, setibanya di Indonesia beliau mencari perusahaan yang sesuai dengan jurusannya dulu ketika kuliah di Belanda. Maka bertemulah beliau dengan Dr.T.D  Pardede, yang dikemudian hari menjadi menteri di era Presiden Soekarno dan salah satu pendiri akademi tekstil di Medan. Masih ingat dalam benak beliau kata-kata yang disampaikan oleh Alm. Pardede, "jika kamu ingin bekerja harus siap dan bekerja tanpa waktu untuk mencapai apa yang kamu inginkan itu". Dengan ilmu yang dimilikinya dan semangat untuk selalu belajar beliau mencoba membangun sebuah industri tekstil di Medan. Ketika itu industri tekstil belum banyak seperti saat ini, dan beliau berhasil membangun industri itu. Alm Pardede ketika menjabat sebagai menteri mengangkat beliau menjadi staf ahli-nya karena sukses, yang menurut orang tidak bisa namun beliau membuktikannya bahwa segala sesuatunya tidak ada yang tidak mungkin.

(Foto untuk Takrir Akip ada di original --> Appreciation)

Your comment will be posted after it is approved.


Leave a Reply.